meeting penuh amarah, salahmu bukan salahku

 

“Jika karyawan benar dalam melakukan proses produksi, pasti reject/defect kita tidak sebanyak ini, pasti produk kita bisa dikirimkan on-time ke pelanggan. Gak kayak gini, udah defect bejibun, telat kirim, kena denda lagi. Mbok ya karyawan itu sekali-sekali ikut mikir dari sudut pandang perusahaan. Toh, kalau perusahaan ini bangkrut karena terus-terusan rugi, karyawan juga yang kena imbasnya.” Begitulah ringkasan gerutu dari direktur sebuah perusahaan pada suatu rapat internal.

 

Merasa disindir, bagian produksi sontak membela diri.

“Lho, kita ini di produksi udah kerja keras. Tiap hari lembur buat kejar target. Soal proses, kita ini udah lakukan sesuai SOP. Justru yang nyebabkan banyak defect itu karena emang bahan bakunya yang jelek. Belum lagi mesin sering ngadat, trus bahan baku yang pas dibutuhkan juga sering kehabisan. Gimana mau lancar produksi kalo kayak gitu?”

 

Bagian maintenance pun menyelutuk :

”Sparepart-nya gak ada stok nya digudang. Bukan salah kita dong.”

 

Orang warehouse kaget, lalu menimpali “Lho, tugas kita di warehouse cuman nyimpen doang. Kalo soal stok abis, tanya tuh sama purchasing! Mereka yang ngurusi pembelian, bukan kita.”

 

Situasi pun makin memanas. Saling tuding dan dan membela diri pun mulai merebak.

Merasa disalahkan, orang purchasing yang semula adem-ayem duduk dipojokan, langsung melotot, kemudian berkomentar :

“Lho, kok jadi purchasing yang kena? Kita beli barang tuh udah sesuai sama planning. Kalian juga, minta apa aja langsung kita proses. Kalo yang lambat itu gara-gara proses dari keuangan, bukan kita! Mereka juga tuh yang sering potong anggaran.”

 

Bagian finance langsung berdiri, gebrak meja sambil teriak :

”Hoi, kita di finance tuh yang paling pusing tau! Kalo bukan karena kita yang manage, duit kas dah langsung habis. Bangkrut nih perusahaan, nganggur semua kalian. Nih perusahaan butuh pemasukan yang lebih gede, ngapain aja tuh orang sales. Masak makin lama, makin turun aja revenuenya.”

 

Bagian PPIC pun berinisiatif menenangkan rekan-rekannya :

“Sabar.. Gak perlu emosi gitu.”

 

Tapi terlambat, personel sales sudah angkat bicara :

“Kamu kira gampang apa jualan?! Masih gampangan ngurus duit, cuman debet kredit doang. Digaji tinggi lagi. Kita ini yang susah payah jualan, malah duit komisi lama bener cairnya. Kamu embat ya duitnya?! Gitu kok minta revenue tambah gede.”

 

“Enak aja nuduh, dasar..” Belum selesai bagian finance menangkis serangan dari sales, tiba-tiba dipotong oleh produksi “Kalo gajinya besar ya enak, cuman duduk manis di kantor gak keringetan kayak kita. Kita di produksi telat dikit langsung dipotong (gajinya). Kesejahteraan kita kurang. Gini kok minta lancar produksi.”

 

BRAAAAKKKK...

 

Gebrakan meja keras terdengar dari arah Bapak Direktur. Semua diam. Yang berdiri pun kembali duduk.

 

Dengan menahan amarah, pak Direktur ganti angkat bicara :

“Dikit-dikit gaji, dikit-dikit gaji. Mbok ya kalian itu bersyukur masih bisa kerja. Kerja gak becus kok minta naik gaji terus. Sekali-sekali cobalah mikir dari sudut pandang perusahaan.”

 

=== @ ===

 

Pernah menjumpai situasi seperti diatas? Atau malah pernah menjadi salah satu tokoh pada cerita diatas?

 

Pada banyak kasus rendahnya produktivitas, kami sering menemukan hal-hal seperti diatas. Meskipun tidak sama persis. Banyak dari kita yang sering tanpa sadar (atau benar-benar sadar) cenderung mencari siapa yang salah, ketimbang mencari solusi atas suatu persoalan.

 

Apapun perusahaannya, baik asing maupun lokal, perusahaan besar ataupun kecil. Hal ini masih kami jumpai. Manajemen menyalahkan karyawan, karyawan balik menyalahkan manajemen. Begituuuuu terus.. tak ada habisnya.

 

Tak perlu kita saling tunjuk hidung, karena itu sama sekali tidak menyelesaikan persoalan. Seandainya pun kita tahu siapa yang paling bertanggung jawab (yang salah) dalam sebuah persoalan, apakah hal itu bisa dengan tiba-tiba menyelesaikan persoalan? Tentu saja tidak!

 

Malah, berdasarkan pengalaman, justru disharmonisasi seperti inilah yang berperan besar dalam tingkat rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas justru bukan disebabkan tidak adanya sertifikasi ISO, tidak diterapkannya ERP, atau bahkan Six Sigma dan Lean.

 

Jadi, mari ajak rekan-rekan kita untuk terlebih dahulu memikirkan dan berfokus pada penyelesaian setiap persoalan, ketimbang mencari siapa yang salah. Tak perlu jauh-jauh berfikir level korporasi. Kita pikirkan dulu penyelesaian dari setiap persoalan yang timbul di lingkup kerja kita.

 

Kalau semua berfikir untuk menyelesaikan persoalan di lingkup yang kecil, maka niscaya persoalan di lingkup yang lebih besar dan kompleks pun (sebagian besar) akan terselesaikan dengan sendirinya. Jadi, jika perusahaan Anda berniat meningkatkan produktivitas, maka tengoklah dulu ke level disharmonisasi internal perusahaan. Masihkan ada yang saling salah-menyalahkan?

 

 

Surabaya, 1 April 2012

Panji R.

 

Note (terkait rencana kenaikan BBM):

Menyalahkan pemerintah, menyalahkan SBY, hingga menyalahkan IMF, tidak akan serta merta menurunkan harga sembako, menurunkan BBM, atau membuat hidup Anda lebih sejahtera.

Berhentilah menyalahkan, dan berfikirlah tindakan apa yang Anda perlukan untuk mengatasi harga yang merangkak naik. Good luck!